Sejak sepuluh tahun lalu, saat aku berusia 14. Ada sebuah angan-angan yang kuimpikan. Sebenarnya bukan perkara besar, hanya ingin mencicipi Mie Lethek. Ya, "Mie Lethek". Mie kucel berwarna abu-abu dari Bantul. Maka itu dinamai "Lethek"
Sepuluh tahun yang lalu aku menonton sebuah program televisi bertopik Mie Lethek. Entah kenapa sejak itu hati tergugah, dan bertekad untuk mencicipinya. Padahal dulu sempat berpikir, rasanya tak mungkin menyantap kuliner khas Bantul itu. Toh lokasi warungnya saja jauh, di DIY. Sementara aku di pelosok Garut, yang bahkan untuk menuju ke pasar kecamatan saja susahnya setengah mati.
Namun entah kenapa, lagi-lagi Allah SWT menunjukkan kekuasaannya. Sesuatu yang kupikir tak mungkin, akhirnya bisa kuraih: Mencicipi Mie Lethek. Masyaallah rasanya memang lezat.
Tapi cerita mimpiku bukan hanya tentang Mie Lethek. Sudah banyak impian yang Allah SWT kabulkan. Walaupun aku hanya menyimpannya dalam hati tanpa memohon dengan sepenuh energi. Sebut saja Dieng. Ya, tanah para dewa itu justeru ku impikan jauh lebih lama dari pada Mie Lethek.
Saat aku berusia sembilan tahun. Kecil sekali bukan? Yang jelas waktu itu aku masih kelas III SD. Tak sengaja aku menonton tayangan ficer Seputar Indonesia Pagi di RCTI. Waktu itu tayangan ficer -yang entah apa judulnya, aku lupa- mengangkat topik Telaga Warna di Dieng. Indah sekali ku lihat. Air di danau alam itu bisa berubah-ubah dengan cantiknya. Pikirku, di televisi saja penampakannya sudah bagus apalagi aslinya. Maka sejak itu, inginlah aku berwisata ke Telaga Warna. Tapi bagaimana caranya? Lagi-lagi aku hanyalah bocah ingusan di pedalaman Garut Utara. Namun ternyata pada 2016, Allah SWT menjawab mimpiku itu. Yang Kuasa benar-benar mengantarkanku ke negeri para dewa. Ya Rabb, Engkau memang sangat baik. Karena itulah aku tak pernah berhenti berharap pada-Mu.
Sepuluh tahun yang lalu aku menonton sebuah program televisi bertopik Mie Lethek. Entah kenapa sejak itu hati tergugah, dan bertekad untuk mencicipinya. Padahal dulu sempat berpikir, rasanya tak mungkin menyantap kuliner khas Bantul itu. Toh lokasi warungnya saja jauh, di DIY. Sementara aku di pelosok Garut, yang bahkan untuk menuju ke pasar kecamatan saja susahnya setengah mati.
Namun entah kenapa, lagi-lagi Allah SWT menunjukkan kekuasaannya. Sesuatu yang kupikir tak mungkin, akhirnya bisa kuraih: Mencicipi Mie Lethek. Masyaallah rasanya memang lezat.
Tapi cerita mimpiku bukan hanya tentang Mie Lethek. Sudah banyak impian yang Allah SWT kabulkan. Walaupun aku hanya menyimpannya dalam hati tanpa memohon dengan sepenuh energi. Sebut saja Dieng. Ya, tanah para dewa itu justeru ku impikan jauh lebih lama dari pada Mie Lethek.
Saat aku berusia sembilan tahun. Kecil sekali bukan? Yang jelas waktu itu aku masih kelas III SD. Tak sengaja aku menonton tayangan ficer Seputar Indonesia Pagi di RCTI. Waktu itu tayangan ficer -yang entah apa judulnya, aku lupa- mengangkat topik Telaga Warna di Dieng. Indah sekali ku lihat. Air di danau alam itu bisa berubah-ubah dengan cantiknya. Pikirku, di televisi saja penampakannya sudah bagus apalagi aslinya. Maka sejak itu, inginlah aku berwisata ke Telaga Warna. Tapi bagaimana caranya? Lagi-lagi aku hanyalah bocah ingusan di pedalaman Garut Utara. Namun ternyata pada 2016, Allah SWT menjawab mimpiku itu. Yang Kuasa benar-benar mengantarkanku ke negeri para dewa. Ya Rabb, Engkau memang sangat baik. Karena itulah aku tak pernah berhenti berharap pada-Mu.
Komentar
Posting Komentar