Kami melihat dan terpana dengan paparan kenyataan yang
membentang luas di depan sana. Tertegun dan merasa hampa. Namun dengan memahami
kenyataan inilah kammi mendapat semangat untuk memperbaiki kondisi umat.
Jikalaupun semua orang enggan menoleh bahkan membiarkan
gundukan permasalahan ini berserakan di depan pintu peradaban sambil
mengatakan, “ini bukuan urusanku”. Maka biarkanlah kami yang menanggung beban
berat ini. Kami rela untuk membuat baju kami kotor, rela untuk mengeluarkan
keringat tanpa bayaran, bukan untuk hasil yang kami impi-impikan. Tapi kami
rela melakukan semuanya karena kami cinta pada Tuhan. Kami ingin menjadi
barisan prajurit yang dicintai Allah di sela-sela kegemilangan peradaban islam.
Kami hanya ingin Allah menatap kami dengan tersenyum dan penuh rasa kasih
sayang. Walaupun kami tahu Allah pasti tersenyum dan mengasihi kami, lebih dari
pada apa yang kami tahu, tapi kami hanya ingin memastikan bahwa kecintaan kami
kepada Tuhan akan menjadi percontohan abadi di muka bumi ini, sehingga kebaikan
terus mengalir kepada kami.
Sehingga jikalaupun kami harus bertemu dengan Rasulullah di
Telaga Kautsar nanti, beliau akan dengan bangga menyatakan kecintaannya pada
kami.
Maka raga, jiwa, dan pikiran ini telah kami wakafkan
seluruhnya pada Dzat Yang Maha Penyayang, untuk membela islam yang kami cintai.
Karena yang kami rindukan adalah terciptanya Baldatun Thayyibatun wa Rabbun
Ghaffur.
Komentar
Posting Komentar