Ahad (10/4), saat itu pukul 06.14, aku memulai rute bersepeda dari kosan. Tepatnya Terban, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Lalu melaju sampai Kota Gede, rumah Mba Tri. Aku sampai di pusat perak itu pukul 06.44. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Banguntapan, Bantul.
Bukan tanpa alasan aku ke Banguntapan. Karena hari itu aku berjanji untuk menghampiri Mba Sukma. Jelas kami telah merencanakan bersepeda bersama. Beberapa pekan sebelumnya, kalau tidak salah. Awalnya Mba Sukma tak yakin untuk bersepeda. Namun aku terus memaksa.
"Kamu yakin Rizma?" ujar perempuan yang masih menenteng gagang sapu itu padaku. Ya, dia sedang bersih-bersih rumah saat aku tiba di tempat tinggalnya.Tempat tinggal yang sederhana di depan jalan besar dan menghadap sawah. Menurutku rumah orang tua Mba Sukma ini cantik. Di sebagian halamannya dipasangi konblok. Adapula tanaman hias berdaun lebar, yang aku tak tahu apa nama tanaman itu. Lalu dindingnya berbatu bata merah, tanpa dipelur dan dicat. Antik. Ya sungguh manis melihatnya. Sederhana, rapi, dan teduh. Teduh karena atap rumah dibiarkan tak berinternit. Internit ya, bukan internet. Maksudku itu asbes, atau sebagainya. Sehingga rangka genting langsung terlihat dari bawah. Jadi atapnya terkesan tinggi.
Mendengar pertanyaan Mba Sukma, segeralah aku menyambung jawaban, "Yakin Mba." Kemudian dengan sedikit usaha memaksanya berkemas dan akhirnya melajulah kami di atas sepeda.
Awalnya sempat bingung. Mau kemana ya? nggak tau. Tapi akhirnya Mba Sukma terus melaju, lalu sampailah kami di Berbah Sleman. What??? Sleman?
Ya, Sleman. Baru beberapa jam aku sudah melewati dua daerah administrasi menggunakan sepeda biruku. Aku senang sekali bisa memutar roda di Berbah. Karena ada satu tempat yang ingin ku kunjungi di sana. Namanya Lava Bantal. Itu adalah sebutan untuk bebatuan yang membentang di sebagian badan sungai yang membelah Desa Kalitirto dan Jogotirto. Berdasarkan penelitian dari Fakultas Geologi UGM, material pembentuk Lava Bantal berasal dari lava Gunung Merapi 200 sampai 300 tahun lalu.
Saking antusiasnya, tanpa bertanya banyak pada Mba Sukma, aku pun segera menentukan tujuan jalur sepeda, yakni Lava Bantal. Setelah itu, berangkatlah kami menuju destinasi wisata tersebut.
lalalalala,,,,
Sampai di Lava Bantal. Dan, memang lumayan menarik. Tapi tidak begitu cantik. Tapi rasa penasaranku terobati. Di sana aku sempat bertanya ini itu untuk dijadikan bahan berita.
Di sana kami tak lama, hanya setengah jam. Kemudian memutuskan untuk kembali ke rumah Mba Sukma. Dan rute kali ini berbeda. Kami mengambil jalur ke arah Imogiri. Kau tahu, saat di Piungan, Bukit Patuk seolah menunjukkan kemolekkannya padaku. Luar biasa indah pemandangan itu. Aku suka. Tadinya aku berencana untuk melanjutkan goesan ke BUkit Patuk, dan Mba Sukma bilang, "Jangan Rizma, itu udah Gunung Kidul."
Baiklah kapan-kapan saja kita ke sananya ya. Tanpa terasa, jam pun sudah menunjukkan pukul 12 lebih saat kami tiba di rumah. Hasilnya, kulitku gosong, tapi senang. Tak apalah, aku senang. Walaupun malam harinya jari-jari tanganku terasa ngilu, seperti hendak copot dari persendian. Maklumlah selama sepedahan, ternyata stang sepedaku tidak stabil. Sehingga telapak tanganku harus menahan beban yang berat. Tapi sekarang sudah dibetulkan.
Bukan tanpa alasan aku ke Banguntapan. Karena hari itu aku berjanji untuk menghampiri Mba Sukma. Jelas kami telah merencanakan bersepeda bersama. Beberapa pekan sebelumnya, kalau tidak salah. Awalnya Mba Sukma tak yakin untuk bersepeda. Namun aku terus memaksa.
"Kamu yakin Rizma?" ujar perempuan yang masih menenteng gagang sapu itu padaku. Ya, dia sedang bersih-bersih rumah saat aku tiba di tempat tinggalnya.Tempat tinggal yang sederhana di depan jalan besar dan menghadap sawah. Menurutku rumah orang tua Mba Sukma ini cantik. Di sebagian halamannya dipasangi konblok. Adapula tanaman hias berdaun lebar, yang aku tak tahu apa nama tanaman itu. Lalu dindingnya berbatu bata merah, tanpa dipelur dan dicat. Antik. Ya sungguh manis melihatnya. Sederhana, rapi, dan teduh. Teduh karena atap rumah dibiarkan tak berinternit. Internit ya, bukan internet. Maksudku itu asbes, atau sebagainya. Sehingga rangka genting langsung terlihat dari bawah. Jadi atapnya terkesan tinggi.
Mendengar pertanyaan Mba Sukma, segeralah aku menyambung jawaban, "Yakin Mba." Kemudian dengan sedikit usaha memaksanya berkemas dan akhirnya melajulah kami di atas sepeda.
Awalnya sempat bingung. Mau kemana ya? nggak tau. Tapi akhirnya Mba Sukma terus melaju, lalu sampailah kami di Berbah Sleman. What??? Sleman?
Ya, Sleman. Baru beberapa jam aku sudah melewati dua daerah administrasi menggunakan sepeda biruku. Aku senang sekali bisa memutar roda di Berbah. Karena ada satu tempat yang ingin ku kunjungi di sana. Namanya Lava Bantal. Itu adalah sebutan untuk bebatuan yang membentang di sebagian badan sungai yang membelah Desa Kalitirto dan Jogotirto. Berdasarkan penelitian dari Fakultas Geologi UGM, material pembentuk Lava Bantal berasal dari lava Gunung Merapi 200 sampai 300 tahun lalu.
Saking antusiasnya, tanpa bertanya banyak pada Mba Sukma, aku pun segera menentukan tujuan jalur sepeda, yakni Lava Bantal. Setelah itu, berangkatlah kami menuju destinasi wisata tersebut.
lalalalala,,,,
Sampai di Lava Bantal. Dan, memang lumayan menarik. Tapi tidak begitu cantik. Tapi rasa penasaranku terobati. Di sana aku sempat bertanya ini itu untuk dijadikan bahan berita.
Di sana kami tak lama, hanya setengah jam. Kemudian memutuskan untuk kembali ke rumah Mba Sukma. Dan rute kali ini berbeda. Kami mengambil jalur ke arah Imogiri. Kau tahu, saat di Piungan, Bukit Patuk seolah menunjukkan kemolekkannya padaku. Luar biasa indah pemandangan itu. Aku suka. Tadinya aku berencana untuk melanjutkan goesan ke BUkit Patuk, dan Mba Sukma bilang, "Jangan Rizma, itu udah Gunung Kidul."
Baiklah kapan-kapan saja kita ke sananya ya. Tanpa terasa, jam pun sudah menunjukkan pukul 12 lebih saat kami tiba di rumah. Hasilnya, kulitku gosong, tapi senang. Tak apalah, aku senang. Walaupun malam harinya jari-jari tanganku terasa ngilu, seperti hendak copot dari persendian. Maklumlah selama sepedahan, ternyata stang sepedaku tidak stabil. Sehingga telapak tanganku harus menahan beban yang berat. Tapi sekarang sudah dibetulkan.
Komentar
Posting Komentar