Aku Malu

 

Sejujurnya aku malu mengakui ini. Bukan karena ini sebuah aib atau sesuatu yang menjijikan. Ya malu saja, karena aku perempuan.

Aku jatuh cinta pada seseorang. Kau tahu, saat mengetik tulisan ini saja pipiku memerah. Karena aku malu.

Aku jatuh cinta pada sahabatku. Kawanku seperjuangan. Seperjuangan mencari berita, seperjuangan mengumpulkan fakta, seperjuangan menyajikan cerita nyata.

Walau kami tak pernah ada dalam satu ruang yang sama. Saat ini statusnya sudah berubah, dari kawan menjadi calon suami.

Dan ku harap beberapa bulan ke depan ia sudah menjadi pendamping hidupku yang sah. Ya, tentu saja hubungan kami tak selamanya mulus.

Meski drama yang muncul hanya tentang kami berdua, tetap saja, terkadang kerikil-kerikil itu membuat hati ngilu.

Ke depan aku akan berusaha menjalankan peran dengan baik.

Tentunya sebagai seorang istri, menantu, anak dari orang tuaku, kakak dari adik-adikku, ibu dari anak-anakku, dan warga dari bangsaku. Yup, aku akan berusaha berbuat sebaik mungkin.

Dan aku pun yakin, ia akan menjalankan perannya dengan baik. Meski letih dan lelah menyelimutinya, ia akan berjuang sebaik mungkin. Sering kali ia berkata, "Aku takut tidak bisa membahagiakanmu."

Dan sesungguhnya kata-kata itu membuatku berat, seolah-olah aku ini penuntut. Padahal aku sama sekali tidak demikian.

Aku senang melihatmu apa adanya, dengan segala optimismemu dan percayamu padaku.

Dan marilah kita berucap bersama, "Bismillah, Ayo kita mulai hidup baru."

Komentar